RAYAP PEMBERITAHU WAFATNYA SANG RAJA
Dirilis oleh: Yasri Azmi, S. Th.I
Allah swt. adalah pencipta. Selainnya, mulai dari para
malaikat hingga rayap, adalah makhluq. Diantara mereka ada yang mulia, seperti
malaikat. Ada yang agung yaitu manusia dan ada yang bersahaja, seperti rayap.
Ia adalah makhluq sederhana, lemah dan rendah hati. Sehingga tiupan kecil saja
dari mulut manusia akan menerbangkannya.
Sulaiman adalah satusatunya manusia terkenal dan terkaya
di muka bumi pada zamannya, sehingga ia dapat membuat dinding dan atap tempat
ibadahnya dari kayu yang mahal dan ditutup lapisan emas. Rayap selalu
memimpikan bila tiba saatnya Raja Salaiman mengundang untuk menghadiri perta
besar dengan hidangan kayu-kayu yang manis itu. Tapi itu mustahil karena setiap
kayu di istananya berlapis emas dan perak.
Suatu hari seekor rayap tebang bersama ribuan bangsa
rayap lainnya. Tiba-tiba ia terjatuh karena salah satu sayapnya patah. Ia tidak
tahu telah terdampar di istana Raja Sulaiman, lalu ia berjalan ke arah mihrab
Sulaiman. Kepalanya terasa semakin pusing tatkala menyaksikan keagungan istana
Sulaiman yang dianugrahkan Allah SWT. Lantainya terbuat buat dari marmer paulam
yang ditutupi permadani yang berwana-warni. Dindingnya kristal berkilau dan
perabotnya berbuat dari emas.
Saat Raja yang agung duduk di atas kursi dan
menyandarkan dagunya ke tongkat yang dipegangnya. Tidak ada seorangpun yang
berani mengusik kekhusukannya, sampai ia selesai beribadah. Beberapa kisah
menceritakan bahwa ia seolah-olah sedang menunggu dan memperhatikan pasukan jin
dan bala tentara manusia yang sedang sibuk bergotong-royong menyelesaikan
pendirian Masjid Aqsha. Tak seorangpun tahu bahwa Raja Sulaiman telah dijemput
malaikat Izrail as., karena sedikitpun jasatnya tidak berbau dan matanya tidak
terpejam. Tidak pula bangsa jin yang dipercaya manuisa sebagai makhluq yang
ahli ilmu ghaib. Mereka tetap sebagaimana biasa mengawal Raja dan bekerja
dengan sungguh-sungguh. Setelah bangunan masjid selesai barulah ia timbang
karena tongkatnya dimakan rayap.
Sang rayap mengisahkan bahwa saat ia mendekati Raja
Sulaiman. Dengan lembut ia menyapa, “Salam sejatera bagimu wahai Raja Sulaiman
yang bijaksana. Tuanku, ma’afkan aku yang terdampar di istanamu tanpa sengaja.
Sayapku patah sedang aku dalam kelaparan. Mohon engkau tunjukkan aku jalan
keluar, aku akan menjauhimu biar aku tidak mengganggu”.
Sulaiman tidak menjawab. Kemudian rayap mengulangi
salamnya dengan suara yang lebih keras, “Namun Sulaiman tetap diam. Rayap lebih
mendekat dan memperhatikan wajahnya yang disegani, tampan dan agung. Kedua
matanya terbuka sambil memandang ke arah bawah tanpa berkedip.
Rayap berkata pada dirinya sendiri, “Barangkali ia
sedang khusuk berdzikir”. Rayap berdiri tenang, sedang waktu terus berlalu.
Namun sang raja tak kunjung bergerak. Rayap mendekat kearah tongkat yang harum dan merangkak menaikinya dengan
hati-hati. Setelah mendekati wajah beliau, rayap kembali bermohon dengan suara
yang lemah, “Tuanku Raja Sulaiman, aku lapar. Telah tiba waktu makanku. Di
ruangan ini tidak ada sepotong kayupun kecuali tongkatmu yang kau gunakan untuk
bersandar. Apa yang harus aku lakukan?”
Sulaiman tidak menjawab. Lalu sang rayap membisikkan
ketelinganya sambil mengulangi permintaannya yang baru itu ; bahwa tongkat
untuk raja bersandar adalah satu-satunya makanannya. Malam telah berlalu dan
pagi kembali datang sampai beberapa masa berlalu, namun sang raja yang agung
dan seorang nabi yang mulia tidak kunjung berobah dari posisinya. Akhirnya si
rayap berpirasat curiga dan segera hinggap di depan bibirnya yang telah mulai
memutih. Dirasakannya bahwa tidak setikitpun udara yang lalu-lalang lewat
hidungnya. Rayap telah paham atas sholat yang panjang yang dilakukan oleh ruh
seorang Nabi yang suci.
“Bagimu shalawat salam, wahai Nabi yang mulia. Engkau
dalam keadaan baik ketika hidup dan setelah kematian. Engkau telah wafat dan
masjidmu telah terbangun dengan megah. Tak seorangpun tahu. Engkau telah
menjadi perantara antara aku dan Tuhanku dalam mendapatkan rezeki dan sungguh
aku juga akan menjadi perantara antara engkau dan kaummu untuk memberitahu
mereka atas kematianmu” ; do’a panjang si rayap itu dilantunkan sambil melahap
tongkat Nabi Sulaiman. Hingga penyanggah badan yang berat itu menyusut. Barulah
seluruh penghuni kerajaan gempar setelah Sang Raja tersungkur.
Sang rayap telah berjasa mengungkap bahwa jin tidak
mengetahui hal yang ghaib. Hari itu si Rayap ditaqdirkan untuk menjadi
satu-satunya makhluq yang membongkar kebodohan manusia yang mengagung-agungkan
kekuatan dan pengetahuan jin tentang ilmu ghaib”. Karena sesungguhnya; tidak
ada yang mengetahui hal ghaib kecuali Allah; bukan jin, manusia, para nabi,
para wali atau malaikat.
Maka
tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan
kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka
tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka
mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.
(Q.S. Saba: 14)
Fa’tabiruu...
(Padang,
1 Januari 2008)