Pages

Selasa, 08 November 2011

SUKA-DUKA SANG KEPALA INTELEJEN RAJA SULAIMAN


Dirilis oleh: Yasri Azmi, S. Th.I


“Marhala” tepilih diantara puluhan ribu bangsa Hud-hud setelah Nabi Sulaiman as. menguji mereka semua. Beliau mendapatkannya sebagai yang paling cerdas dan mampu memberikan  informasi. Ini adalah kebanggaan sekaligus sebagai amanah ilahi dan tanggungjawab besar. Pasukan Sulaiman yang besar tidak akan bergerak kecuali jika Hud-hud sudah memberi isyarat untuk maju.
Suatu hari Raja Sulaiman memanggilnya untuk menghadap, padahal langit telah siap-siap menyambut malam dan sebentar lagi pekerjaan Hud-hud selesai. Ia takut pada panggilan yang tiba-tiba. Ia tidak tahu apa yang diinginkan Sulaiman. Ia terbang menuju istana dan menatuk kristal jendela berwarna yang dibingkai dengan tembaga dan perak.
Raja Sulaiman memperkenankannya masuk. Marhala menundukkan kepala memberi penghormatan sembari berkata: “Selamat sejahtera bagi Nabi dan Raja Sulaiman yang bijaksana”. Namun Sulaiman menjawab sambil mengejek : “Salam sejahtera bagi Hud-hud yang kesenangannya bermain lebih besar dari pada pekerjaannya.” Marhala menundukkan kepala dan menghamburkan bulunya yang berwarna sehingga memantulkan cahaya matahari dan tampak mahkota hadiah dari Allah dikepalanya lebih indah dari mahkota yang dibuat jin untuk Sulaiman. Sulaiman memahami arti gerakan itu dan beliau tersenyum.
Dengan serius beliau berkata: “Kamu belum menyerahkan laporan mingguanmu dalam tiga minggu ini.”  “Tuanku, semua berjalan baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dilaporkan.” Lantas Sulaiman meninggikan nada dan berkata, “Kamu tidak memahamiku, hai Marhala. Mengapa kamu menganggap bahwa peketjaanmu hanya terbatas pada pembuatan laporan. Aku tidak suka ini, kerjakanlah sesuatu yang membuat aku senang!”. Marhala tersentak ketakutan bercampur malu, lalu ia pamit. Kata-kata sang raja memberi inspirasi padanya untuk berangkat hari itu juga sambil berbisik dalam hati: “Aku akan kembali dengan hasil pekerjaan yang baik”.
Ia terbang menuju arah selatan pegunungan Yaman. Dari sana ia menyaksikan betapa indah pemandangan bumi Saba dari angkasa. Hamparan pasir bagai permadani emas, ladang-ladang menghijau, benteng-bentengnya putih dan istananya luas dengan halaman yang disinari cahaya matahari. Hatinya khusuk bertashbih memuji kebesaran Allah SWT. Lalu ia turun menyampiri seekor hud-hud: “Salam untukmu saudaraku, aku amat terpesona dengan bumi Saba ciptaan Allah ini”. Apakah engkau banyak tahu dengan negri ini?”. Lantas hud-hud tadi menjawab, “Mendekatlah sobat, engkau keliru, ketahuilah bahwa Bumi disini adalah milik matahari.”
Dengan indera intelejennya, Marhala merasakan sesuatu yang dapat ia kerjakan, lalu dengan hati-hati ia betanya lagi, “Bagaimana ia bisa menjadi milik matahari?”. “Di sini, semua orang bersujud kepada matahari”, jawabnya dengan jelas.
Jawaban itu mengagetkan Marhala, ia lansung teringat kepada Sulaiman bahwa hal ini adalah suatu masalah penting karena merupakan pengkhianatan terbesar terhadap keesaan Allah. Beberapa hari Marhala menetap di Saba untuk kepentingan penyelidikan. Ia berbincang-bincang dengan bebas karena tak seorangpun disana yang mengerti bahasa burung. Ia mulai tahu berapa jumlah pasukan Saba, pintu-pintu masuk ke kota dan pintu keluar. Dan yang lebih mengejutkan adalah ketika ia memperhatikan sebuah bundaran besar yang terbuat dari emas dan mutiara. Benda ini memantulkan cahaya matahari dan menjadi pusat penyembahan. Pemimpinnya adalah “Bulqis” seorang Ratu yang kecantikannya luar biasa, tegas dan selalu menjaga diri. ‘Aibnya cuma satu yaitu bersujud pada matahari.
Setelah selesai menghimpun informasi, Marhala telah bisa memperkirakan seberapa besar pasukan yang akan dikerahkan untuk menaklukkan negri itu. Kemudian ia pulang ke istana Sulaiman. Ratusan burung berhamburan menghampirinya dengan ketakutan. Mereka bertanya, “Kemana kamu? Kemana kamu?” Sambil menenangkan hati ia balik bertanya, “Apa yang terjadi, sehingga kalian berteriak seperti itu?”. Mereka menjawab, “Raja Sulaiman telah mendatangi kami dan murka dengan menghilangnya kamu!”
“Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: "Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir. Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang".(an-Naml 20-21).
Dengan perasaan yang saling bertolak belakang Marhala menghadap Sulaiman. Ia menggigil tapi pura-pura tegar. takut dan harap, cemas namun berani karena yang akan disampaikan adalah berita penting. Marhala bercerita panjang seperti yang dinukilkan dalam Surat an-Naml 23-26.  Beberapa masa berlalu, Raja Sulaiman yang bijaksana tidak jadi menyembelih leher Marhala karena berbukti semua yang dikatakannya benar.
Ratu Bulqis telah dirtaklukkan dan masuk Islam. Marhala berjasa besar karena telah ikut andil dalam mengislamkan Kerajaan dan rakyat Saba penyembah matahari. Berbagai tawaran dihadiahkan Sulaiman kepada Marhala, namun ia menolak. Hanya satu perminyaanya; Agar Nabi Sulaiman memohonkan pada Allah agar namanya diharumkan sepanjang zaman hingga hari kiamat bahwa, “seekor Hud-hud yang sederhana dan rendah hati telah menjadi perantara Allah SWT dalam menundukkan  manusia untuk menyembah-Nya”. Allahu ‘alamu bis showab…

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More