Pages

Kamis, 20 Oktober 2011

SAPI JUGA MANUSIA ?



Sedikitpun kita tidak setuju bila ada sapi mengaku manusia. Dan tak seorangpun manusia yang menginginkan ketinggian derajatnya akan dikalahkan oleh hewan ternak seperti “Sapi”. Namun kali ini mari kita parkir dulu keangkuhan manusiawi ini dan kita luangkan waktu sejenak untuk menyimak hikmah dari sifat-sifat sapi mungkin ada juga benarnya. Diantara sifat beliau itu adalah rendah hati dan tidak pendendam. Sifat ini sering digambarkan dengan sikapnnya yang selalu merunduk dan sinar matanya yang teduh (kalem alias kayak lembu).
Merunduk adalah sifat sapi yang sulit ditiru oleh manusia. Ketika lalat “mengemis” hinggap di atas punggungnya, ia merasa terganggu lantas dengan reflek ia menggerakkan ekornya ke depan untuk berusaha mengusirnya. Tak lama kemudian lalat kembali mampir, lalu sapi menggerak-gerakkan kulitnya, lalat hanya sedikit menjauh kemudian hinggap lagi. Saat itu sapi berhenti menggerakkan ekor dan kulit, lalu ia merunduk. Inilah upaya terakhir yang dilakukan sapi.
Nah kira-kira kita juga bisa memahami bagaimana sikap sapi terhadap manusia. Pandangan mata sapi yang teduh melambangkan kedamaian hati, tidak pernah berubah-ubah seperti manusia. Ketika manusia marah, matanya ikut merah. Ketika ia berdusta maka matanya menggambarkan kemunafikan, begitu seterusnya. Sedang sapi tidak pernah marah pada manusia. Kadang-kadang ia dipukul. Bahkan ketika digiring kerumah potong, ia tidak pernah tahu kalau akan disembelih. Bagi sapi disembelih asal dengan nama Allah SWT. apalagi untuk kepentingan Qurban dirasakannya sebagai sebuah kebahagiaan samar dan akhir hidupnya yang teramat mulia.
Pada suatu hari, setan berkata pada sapi, “Hai sapi, sungguh manusia telah menggunakan tenagamu di ladang, mereka mengikat hidungmu lalu kamu dicambuk, susumu diperas akhirnya kamu disembelih, kemudian dagingmu disantap dan lemakmu dijadikan minyak. Wahai bangsa sapi, musuh kami dan musuh kalian sama, yaitu manusia. Memberontaklah! Bergeraklah dan lakukanlah sesuatu!.”
Sapi mengetahui ucapan setan tapi seolah tidak mendengar, lalu seekor sapi bertanya kepada temannya, “Saudaraku, apakah rumput yang engkau makan disebelah sana lebih enak dari yang disini?. Setan jadi jengkel dan kembali menghasut, Hai sapi, Berhentilah bicara tentang makanan! Bergeraklah! Kalau kalian masih pasrah pada manusia, kalian tidak akan pernah maju selamanya. Kalian telah lahir sebagai sapi, kalian akan hidup sebagai sapi dan kalian mati tetap saja sebagai sapi.  
Pidato setan yang berapi-api itu tidak dihiraukan sapi sembari menjawab pertanyaan temannya, “Rasa kedua sama saja, rumput di sana enak, di sini juga enak.” Mendengar itu setan marah dan mencaci-maki, “Dasar sapi-sapi dungu, tidak mau diajak diskusi!”. Ia putus asa kemudian pergi. Setelah itu salah satu sapi bertanya, “Siapakah yang tadi itu disini?. Temannya menjawab, “Satu makhluk yang tidak aku kenal” Lalu ia bertanya lagi, “Apa yang ia katakan”. Jawabnya: Ia marah-marah dan mengatakan sesuatu yang tidak pernah melekat di kepalaku yang besar ini”. “Apa itu?” tanya-nya lagi. “Yah.... dendam, kedengkian, fitnah dan hasutan”, jawab temannya. “Ooo..., kalau begitu kita teruskan saja makannya”, jawab temannya sambil merundukkan kepala.
Sesekali sapi betina itu memandang hampa ke depan seolah-olah ia memperkenalkan diri, seraya berkata : “Aku hidup ditengah Bani Israel sebagai seekor sapi yang dimiliki oleh seorang yatim. Pada dasarnya aku bukan sapi biasa. Aku tercantik ditengah bangsa sapi. Aku dicari dan terpilih sebagai sembelihan yang memenuhi persyaratan. Jarang ditemukan sapi sepertiku. Warnaku tidak merah tidak juga kuning, tidak tua dan tidak terlalu muda, tidak besar atau kecil, menyenangkan orang memandang. Tapi aku tidak mengerti dengan tingkah Bani Israel yang nyinyir seolah-olah tidak percaya pada Rasul Allah Musa a.s. (Q.S al-Baqarah: 69-71) Aku mendengar, dia adalah Nabi mereka yang mulia dan kalamullah, sekalipun aku tidak pernah bertemu dengannya. Tapi dasar Bani Israel dan sebahagian manusia kadang lebih hina dari diriku sebagai “Binatang Ternak” Ulaaika kal an’aami bal hum adhall, ulaaikahumul ghaafiluun (Q.S al-A’raf:179)”            
Fa’tabiru...                                                                                                    





0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More